TARAKAN – Keputusan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) menghentikan pemberian insentif bagi guru Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) menuai kritik dari berbagai kalangan. Kebijakan ini dinilai berseberangan dengan semangat pembangunan pendidikan nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Pengamat kebijakan pendidikan Kaltara, Dewantara, M.Pd, menilai keputusan tersebut tidak sejalan dengan visi Prabowo yang menempatkan pendidikan dasar sebagai prioritas utama pembangunan.
“Di saat Presiden terpilih menegaskan komitmennya memperkuat pendidikan dasar melalui program makan siang gratis, penyederhanaan administrasi guru, serta peningkatan tunjangan dan kesejahteraan tenaga pendidik, Pemprov Kaltara justru menghentikan insentif yang telah berjalan selama tujuh tahun,” kata Dewantara, Senin (7/4/25).
Menurutnya, meskipun pengelolaan guru TK, SD, dan SMP berada di bawah kewenangan kabupaten/kota, tidak ada larangan bagi pemerintah provinsi untuk ikut membantu. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang membuka ruang sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah untuk urusan pendidikan.
Ia juga mengingatkan bahwa Pasal 31 UUD 1945 mewajibkan negara menjamin pendanaan pendidikan, termasuk alokasi minimal 20 persen dari APBD. Dewantara mempertanyakan apakah anggaran tersebut sudah benar-benar dialokasikan secara tepat sasaran, termasuk bagi kesejahteraan guru.
“Jangan sampai hak guru terabaikan di tengah kewajiban konstitusional itu,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menilai dalih efisiensi anggaran dan hasil audit BPK yang menjadi dasar penghentian insentif justru mengindikasikan lemahnya perencanaan dan pengelolaan anggaran sejak awal. Jika terdapat kekeliruan administratif, katanya, solusinya adalah perbaikan tata kelola, bukan memutus program.
“Masalahnya bukan insentif ini ilegal, tapi pengelolaannya yang belum optimal. Itu bisa dibenahi, bukan diberhentikan,” tegasnya lagi.
Dewantara mengapresiasi langkah sejumlah pemerintah kabupaten/kota di Kaltara yang tetap berkomitmen memberikan insentif sesuai kewenangan mereka. Ia berharap Pemprov tidak melepaskan tanggung jawab moral terhadap guru yang mendidik generasi muda Kaltara.
“Kebijakan ini seolah tidak punya arah yang sinkron dengan kebijakan nasional. Ketika pusat bicara kesejahteraan dan mutu guru, kita malah mundur dengan alasan formalitas,” kritiknya.
Ia mendorong Pemprov Kaltara membuka ruang dialog terbuka dengan pemkab/pemkot, DPRD, serta forum guru, untuk merancang ulang skema insentif yang sah, akuntabel, namun tetap berpihak kepada kesejahteraan guru.
“Kita tidak butuh alasan, kita butuh solusi. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Jika Presiden Prabowo memulai pemerintahannya dengan semangat memuliakan guru, daerah pun seharusnya ikut mendukung, bukan justru menjauh,” pungkasnya.
Komp. Masjid Al-Amin Jl. Yos Sudarso
Kota Tarakan, Kalimantan Utara
pwm.kalimantanutara@gmail.com
© Media dan Komunikasi PWM Kalimantan Utara