Adipati Surengpati, penguasa Kepulauan Karimunjawa, sangat murka kepada Pringgasakti, muridnya, yang telah mencuri sebagian dari Kitab Witaradya miliknya. Kitab itu sendiri adalah kitab pelajaran ilmu kanuragan dan resep-resep kesaktian. Pringgasakti hanya berbekal sebagian kitab curian itu menjadi pendekar sakti, sedang Adipati Surengpati karena kehilangan sebagian kitab itu menjadi gagal menyempurnakan kesaktiannya.
Kasultanan Demak Bintoro di bawah Sultan Trenggono sedang mengalami kegoncangan karena dua keris pusakanya, yakni Kyai Nogososro dan Kyai Sabukinten lenyap dari istana. Kehilangan kedua pusaka ini menjadi masalah besar karena Demak sedang menghadapi empat ancaman besar sekaligus.
Keempat ancaman itu adalah pertama, ancaman perang saudara akibat perebutan tahta antar keturunan Raden Fatah, sultan pertama dan pendiri Kasultanan Demak. Kedua, ancaman dari para pendekar golongan hitam yang hendak memanfaatkan situasi negara yang kacau untuk merajai dunia persilatan.
Ketiga, ancaman konflik horisontal karena perbedaan pemahaman keagamaan antara pendukung para Wali Sanga dan pendukung Syeikh Siti Djenar. Dan keempat, ancaman penjajah Barat yang berpusat di Malaka menyusul kegagalan misi Pangeran Sabrang Lor, kakak kandung Sultan Trenggono, ke Malaka.
Kedua cerita tersebut masing-masing bisa dinikmati dalam Novel Bende Matara, karya Herman Pratikto dan Novel Nogososro Sabukinten, mahakarya S.H. Mintardja. Kedua cerita ini begitu populer bagi masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kehilangan kitab suci dan pusaka menjadi persoalan besar bagi spiritualitas manusia, baik secara individu maupun secara kolektif sebagai sebuah bangsa atau masyarakat. Dalam hikayat atau riwayat bangsa-bangsa, baik yang dituturkan secara fiksi maupun non fiksi, kehilangan semacam ini membuat sebuah bangsa dan negara bisa lumpuh dan tak berdaya.
Lihat bagaimana Bani Israil terpecah belah dan menjadi bangsa terjajah setelah kitab sucinya banyak dipalsukan oleh ulama'-nya untuk memenuhi syahwat kekuasaan. Mereka juga kehilangan kitab suci yang disebut Tabut Allah itu. Mereka baru bangkit setelah Allah mengembalikan Tabut Allah kepada mereka melalui pemuda Thalut hingga akhirnya bersama remaja Daud mereka bisa menaklukkan Raja Jalut yang menandai babak baru dalam sejarah kejayaan Bangsa Israil.
Bagi umat Islam, kitab dan pusaka itu adalah Al Qur'an.
Secara tekstual Al Qur’an tidak akan pernah hilang dan tidak akan dapat dipalsukan oleh siapapun. Allah SWT sendiri yang menjaminnya, lihat Al Qur'an Surah Al Hijr [Surah ke-15] ayat 9, Al Isra' [17] ayat 88, Hud [11], ayat 13-14.
Tapi bisa jadi Al Qur'an akan hilang dari hati dan fikiran manusia. Al Qur'an bisa jadi akan hilang dari ingatan kolektif sebuah bangsa. Maknanya bisa jadi dikaburkan. Hukum-hukumnya bisa jadi ditinggalkan. Pesan moralnya bisa jadi didustakan.
Alqur'an bisa jadi hanya menjadi 'nyanyi sunyi' dalam hiruk-pikuk dan gegap-gempitanya peradaban dan kesibukan manusia. Ketika Al Qur'an sudah tidak lagi memandu jalan hidup manusia dan tidak lagi menjadi pusaka sebuah bangsa.
Oleh : Ust. Anton Rahmat Widodo
Komp. Masjid Al-Amin Jl. Yos Sudarso
Kota Tarakan, Kalimantan Utara
pwm.kalimantanutara@gmail.com
© Media dan Komunikasi PWM Kalimantan Utara